Jumat, 14 November 2014

Rumus Menjadi Kaya


Rumus Menjadi Kaya Cara Islami
Tidak semua orang ingin menjadi kaya raya, namun islam juga tidak melarang kita untuk menjadi kaya karena dengan memiliki kekayaan kita bisa menolong saudara kita yg sedang dalam kesusahan dan saling berbagi dengan kaum duafa serta dengan harta yg kita miliki kita bisa membangun masjid untuk menjadi tempat ibadah yg nyaman, membangun pondok pesantren untuk mendidik anak-anak kita menjadi anak yg sholeh dan sholeh dan masih banyak lagi kebaikan yg bisa kita perbuat dengan kekayaan yg kita miliki.

Namun pertanyaannya adalah bagaimana caranya mendapatkan kekayaan yg islami, harta yg halal dan toyibban untuk anak istri kita, menurut admin Rumus Menjadi Kaya Cara Islami adalah dengan cara sebagai berikut 

1. Niat kan perkerjaan atau bisnis yg kita jalani sebagai ladang ibadah ..

2. Bayarkan zakat dari penghasilan kita rutin setiap tahunnya atau bila perlu bisa dibayarkan setiap bulan ..

3. Rajin Bersedekah, infak dan sumbangkan kekayaaan yg kita miliki untuk saudara kita yg membutuhkan, kunci Rumus Menjadi Kaya Cara Islami adalah bersedekah, buat anggaran rutin setiap bulan untuk posko yg dikeluarkan buat budget sedekah bisa anda mulai dari 100 ribu setiap bulan, 1 juta setiap bulan, .. makin banyak yg anda sedekahkan insya Allah akan semakin banyak rezeki anda, percayalah ini janji Allah SWT buat anda yg dermawan ..

4. Sholat Lima Waktu jangan pernah ditinggalkan dalam kondisi apapun, usahakanlah untuk sholat berjama'ah di masjid karena disanalah letak keutamaan sholat 5 waktu ..

5. Kerjakan amalan-amalan sunah lainnya seperti sholat tahajud dan sholat dhuha, usahakan minimal 8 rakaat untuk sholat dhuha ataupun sholat tahajud ..

6. Berbuat baiklah dalam kehidupan sosial masyarakat di sekitar kehidupan kita, insya Allah orang akan berdoa untuk kebaikan hidup kita jika kita berbuat baik kepada siapa saja ..
demikianlah 6 Rumus Menjadi Kaya Cara Islami ...

Menerima Hukum Allah Secara Total


Menerima Hukum Allah Secara Total dan Ridho Menerimanya
 “Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kaum hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan  dan mereka menerima dengan sepenuhnya”. (QS: An-Nisa’ : 65)
Imam Ibnu Katsir berkata mengenai ayat ini,”Allah Ta’ala bersumpah dengan Dzat-Nya yang Mulia dan Suci bahwasanya im dalam seseorang tidak beriman sampai ia menjadikan Rasul sebagai hakim seluruh urusan. Apa yang diputuskan Rasul itulah haq yang wajib diikuti lahir dan bathin”. 
Imam ibnu Qayyim juga berkata mengenai ayat ini :                                
“Allah  bersumpah dengan jiwa/Dzat-Nya yang suci dengan sumpah yang dikuatkan dengan adanya penafian (peniadaaan) sebelum sumpah atas tidak adanya iman bagi makhluk sammpai mereka menjadikan Rasul sebagai hakim atau pemutus segala persoalan diantara mere  abaik maslah pokok maupun cabang, baik hukum-hukum syar’i maupun hukum-hukum ma’ad (di akhirat).
Iman tidak ada dengan sekadar menjadikan beliau sebagai hakim, namun harus disertai tidak adanya kesempitan yaitu hati atau dada merasak sesak, hti merasa lapang selapang-lapangnya dan menerimanya  sepenuh hati. Iman tetap tidak ada hanya dengan sekadar ini saj a, namn harus disertai denganmenerima keputusan beliau dengan ridho dan penyerahan diri tanpa adanya sikap menentang dan berpaling.
Imam Syaukani berkata :
“Maka demi Rabbmu ...” ayat . Dalam ancaman yang keras ini ada hal yang membuat kulit bergetar dan hati merinding, karena sesungguhnya : Satu. Hal ini merupakan sumpah Allah dengan naman Allah sendiri yang dikuatkan dengan haru nafiy bahwa mereka tidak beriman. Allah meniadakan iman dari mereka yang mana iman itu merupakan harta modal yang baik bagi hamba-hamba Allah, sampai mereka mengerjakan “ghoyah” yaitu menjadikan Rasul sebagai  hakim (tahkim Rasul) lalu Allah tidak mencukupkan dengan itu saja, namun Allah lalu berfirman, “lalu mereka tidak menemukan kesempitan dalam diri mereka aas kepuusanmu”. Allah menggabungkan perkara lain dari tahkim, yaitu tidak adanya kesempitan (rasa berat)artinya kesempitan  dalam dada.
Jadi tahkim dan tunduk saja tidak cukup sampai dari lubuk hatinya muncul sikap ridho, tentram dan hati yang sejuk dan senang. Allah belum mencukupkan dengan isi semua, namun masih menabah lagi dengan hal lain, yaitu firman-Nya : “menerma/menyerahkan diri”, maksudnya tunduk dan mentaati secara lahir dan bathin. Allah belum mencukupkan dengan hal ini saja, namun masih menambah dengan menyebut masdar “tsaliman”.
Maka tidak ada iman bagi seorang hamba sampai ia mau  b ertahkim kepada Rasulullah lalu ia tidak mendapati rasa  berat  (kesempitan) daslam hati atas keputusan Nabi dan ia menyerahkan dirinya kepada hukum Allah dan syariah-Nya sepenuh penyerahan, tanpa dicampuri oleh penolakan dan menyelisihi.
Imam Ibnu Qayyim juga berkaga mengenai ayat ini :
“Allah bersumpah dengan Dzat-Nya atas tidak adanya iman pada diri hamba –hamba-Nya sehingga mereka menjadikan Rasul sebagai hakim/pemutus segala persoalan di antara mereka, baik masalah besar maupun perkara yang  remeh, Allah tidak menyatakan berhukum kepada Rasulullah ini cukup sebagai tanda adanya iman, namun lebih dari itu Allah menyatakan tidak    adanya iman sehingga dalam dada mereka tidak ada lagi perasaan berat dengan keputusan hukum beliau. Allah tetap tidak menyatakan hal ini cukup untuk menandakan adanya iman, sehingga mereka menerimanya dengan sepenuh penerimaan dan ketundukkan.
Firman Allah :
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib –rahib mereka sebagai rabb-rabb selain Allah, dan juga mereka menjadikan Rabb al-Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Ilah Yang Maha Esa, tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan”. (QS ; At-Taubah : 31)
Imam Ibnu Hazm berkata :
“Karena Yahudi dan Nasrani itu mengharamkan apa yang diharamkan oleh pendeta dan ahli ibdah mereka dan menghalalkan apa yang mereka halalkan, padahal masalah tahlil dan tahrim benar-benar masalah rububiyah dan ibadah, maka  berarti mereka (Yahudi dan Nasrani) telah berdien (beragama) dngan hal itu dan menyebut perbuatan mereka ini sebagai mengambil arbab (tuhan-tuhan selain Allah) dan ibadah. Ini adalah kesyirikan tanpa ada perbedaan pendapat lagi.
Imam Ibnu Taimiyah dalam hal ini mengatakan :
Allah berfirman :
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb selain Allahdan juga mereka menjadikan Rabb al-Masih putra Maryam, padahal mereka hanyalah disuruh menyembah Ilah Yang Maha Esa, tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan “. (QS : At-Taubah : 31)
Dan dalam hadits shahabat Adi bin Hatim – sebuah hadits panjang diriwayatkan oleh Ahmad, Tirmidzi dan lain-lain – ia datang kepada Nabi sedang ssaat itu ia masih Nasrani. Ia mendengar Nabi membaca ayat ini, maka ia membantah.”Kami tidak beribadah kepada para pendeta dan tukang ibadah kami”. Nabi menjawab, “Bukankah para pendeta dan tukang ibadah mengharamkan yang halal, maka kalian ikut-ikutan mengharamkannya dan mereka menghalalkan yang haram, maka kalian ikut-ikutan menghalalkannya?”. Adi menjawab, “Ya. Memang begitu. “Beliau  bersabda, “Itulah bentuk ibadah kepada pendeta”.
Demikian juga Abu Bakhtari berkata, “Mereka itu (orang-orang Yahudi dan Nasrani) tidak sholat kepada para pendeta dan ahli ibadah mereka. Kalau para pendeta dan  ahli ibadah itu memerintahkan mereka untuk beribadah kepada para pendeta ah i ibadah mereka  tentulah mereka idak akan mentaati perintah itu. Namun, para pendeta dan ahli ibadah itu memerintah, mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram lalu orang-orang Yahudi dan Nasrani mentaatinya. Ini adalah rububiyah sempurna (mengangkat  pendeta menjadi tuhan-tuhan baru mereka).
Nabi menerangkan ibadah mereka kepada para pendeta dan ahli ibadah adalah dengan menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal, bukannya mereka  itu sholat, shoum dan berdoa kepada para pendeta. Inilah makna beribadah kepada para tokoh. Allah tetah menyebutkan hal ini sebagai sebuah kesyirikan dengan firman-Nya : “Tidak ada Ilah yang berhak diibadahi selain Dia (Allah). Maha Suci Allah dari kesyirikan mereka”. Wallahu’alam

Pembagian Bid'ah



Pembagian Bid’ah Hasanah dan Bid’ah Sayyi’ah yg Dholalah
Pembagian Bid’ah Hasanah dan Bid’ah Sayyi’ah yg Dholalah Reviewed by dimasfaj0401 on Sunday, January 26th, 2014. This Is Article About Pembagian Bid’ah Hasanah dan Bid’ah Sayyi’ah yg Dholalah
Pembagian Bid’ah Hasanah dan Bid’ah Sayyi’ah yg Dholalah, Orang yang membagi bid’ah jadi bid’ah hasanah (baik) serta bid’ah syayyiah (buruk) yaitu salah serta menyelesihi sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam beragam khutbah beliau selalu menyampaikan : “Barangsiapa diberi hidayah oleh Allah, maka tak seorang pun bisa menyesatkannya; dan barangsiapa […]
Rating: 4
Pembagian Bid’ah Hasanah dan Bid’ah Sayyi’ah yg Dholalah, Orang yang membagi bid’ah jadi bid’ah hasanah (baik) serta bid’ah syayyiah (buruk) yaitu salah serta menyelesihi sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam beragam khutbah beliau selalu menyampaikan :
“Barangsiapa diberi hidayah oleh Allah, maka tak seorang pun bisa menyesatkannya; dan barangsiapa dibiarkan sesat oleh Allah, maka tak seorang pun yang bisa memberinya hidayah. Sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk ialah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara ialah perkara yang diada-adakan (dalam agama), dan setiap perkara yang diada-adakan (dalam agama) ialah bid’ah, sedang setiap bid’ah itu sesat dan setiap yang sesat itu di Neraka…” (H.R. An Nasa’i dan Ibnu Majah dari Jabir bin Abdillah, dan dishahihkan oleh Al Albani, lihat Irwa’ul Ghalil 3/73)
Hadits ini dapat diriwayatkan oleh Muslim dari jalur yang sama, yakni Ja’far bin Muhammad (Ash Shadiq) dari ayahnya (Muhammad bin ‘Ali Al Baqir) 3), dari teman dekat Jabir bin Abdillah, dengan lafazh :
“Sejelek-jelek perkara ialah perkara yang diada-adakan (dalam agama), dan setiap bid’ah itu sesat”
Lantaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah menghukumi seluruhnya wujud bid’ah itu yaitu sesat ; serta orang ini (yang membagi bid’ah) menyampaikan tak tiap-tiap bid’ah itu sesat, namun ada bid’ah yang baik!
Al-Hafidz Ibnu Rajab menyampaikan dalam kitabnya ” Syarh Arba’in ” tentang sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : ” Tiap-tiap bid’ah yaitu sesat “, adalah (pengucapan yang meliputi seluruh) tak ada sesuatupun yang keluar dari kalimat itu serta itu adalah basic dari basic Ad-Dien, yang seirama dengan sabdanya : Barangsiapa yang mengadakan hal yang baru (berbuat yang baru) di dalam urusan kami ini yang bukan dari urusan tersebut, maka perbuatannya di tolak (tidak diterima)”. Jadi tiap-tiap orang yang mengada-ada suatu hal lalu menisbahkannya pada Ad-Dien, walau sebenarnya tak ada dasarnya dalam Ad-Dien untuk rujukannya, maka orang itu sesat, serta Islam berlepas diri darinya ; baik pada beberapa masalah aqidah, perbuatan atau perkataan-perkataan, baik lahir ataupun batin.
Serta mereka itu tak memiliki dalil atas apa yang mereka katakan bahwasanya bid’ah itu ada yang baik, terkecuali pengucapan teman dekat Umar Radhiyallahu ‘anhu pada shalat Tarawih : “Sebaik-baik bid’ah adalah ini”, juga mereka berkata : “Sesungguhnya telah ada hal-hal baru (pada Islam ini)”, yang tidak diingkari oleh ulama salaf, seperti mengumpulkan Al-Qur’an menjadi satu kitab, juga penulisan hadits dan penyusunannya”.
Adapun jawaban pada mereka yaitu : bahwasanya sebenarnya beberapa masalah ini ada rujukannya dalam syari’at, jadi bukan hanya diada-adakan. Serta perkataan Umar Radhiyallahu ‘anhu : ” Sebaik-baik bid’ah adalah ini “, tujuannya yaitu bid’ah menurut bhs serta bukan hanya bid’ah menurut syariat. Apapun yang ada dalilnya dalam syariat untuk rujukannya bila disebutkan ” itu bid’ah ” tujuannya yaitu bid’ah menurut makna bhs bukan hanya menurut syari’at, lantaran bid’ah menurut syariat itu tak ada dasarnya dalam syariat untuk rujukannya.
Serta pengumpulan Al-Qur’an dalam satu kitab, ada rujukannya dalam syariat lantaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah memerintahkan penulisan Al-Qur’an, namun penulisannya tetap terpisah-pisah, maka dihimpun oleh beberapa teman dekat Radhiyallahu anhum pada satu mushaf (jadi satu mushaf) untuk melindungi keutuhannya.
Juga shalat Tarawih, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sempat shalat dengan cara berjama’ah berbarengan beberapa teman dekat sebagian malam, lalu selanjutnya tak berbarengan mereka (teman dekat) cemas bila jadikan untuk satu keharusan serta beberapa teman dekat selalu sahalat Tarawih dengan cara berkelompok-kelompok di saat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap hidup juga sesudah meninggal dunia beliau hingga teman dekat Umar Radhiyallahu ‘anhu jadikan mereka satu jama’ah di belakang satu imam. Seperti mereka dulu di belakang (shalat) seseorang serta hal semacam ini bukan hanya adalah bid’ah dalam Ad-Dien.
Begitupun perihal penulisan hadits itu ada rujukannya dalam syariat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah memerintahkan untuk menulis beberapa hadits-hadist pada beberapa teman dekat lantaran ada keinginan pada beliau serta yang di kuatirkan pada penulisan hadits saat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan cara umum yaitu ditakutkan tercampur dengan penulisan Al-Qur’an. Saat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah meninggal dunia, hilanglah kecemasan itu ; karena Al-Qur’an telah prima serta sudah sesuai sebelum saat meninggal dunia Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka kemudian golongan muslimin menghimpun hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, untuk usaha untuk melindungi supaya agar tak hilang ; semoga Allah Ta’ala berikan balasan yang baik pada mereka seluruhnya, lantaran mereka sudah melindungi kitab Allah serta Sunnah Nabi mereka Shallallahu ‘alaihi wa sallam supaya tak kehilangan serta tak rancu disebabkan tingkah perbuatan beberapa orang yang senantiasa tak bertanggungjawab.
Nb: Biasanya beberapa orang (Tidak semuanya, cuma beberapa saja) yang setelah membaca artikel tentang bid,ah berkata sambil menuduh seperti berikut:
Artikel membahas bid’ah lagi, bid’ah lagi, jangan sembarang membid’ahkan orang lain, anda itu kok suka membid’ah-bid’ah kan orang, justru orang seperti anda mudah membid’ahkan orang lain sehingga memecah belah umat, Berarti anda sendiri bid’ah berdakwah lewat internet karena internet belum ada waktu jaman rasul, microphone, pesawat bid’ah!!!
Untuk Menjawabnya Pertanyaan yg timbul akibat hawa nafsu tersebut jawablah dengan tenang.” Barangsiapa yang mengadakan hal yang baru (berbuat yang baru) di dalam urusan kami ini yang bukan dari urusan tersebut, maka perbuatannya di tolak (tidak diterima)”. Memang Seluruh bid’ah itu sesat, dan yg sesat tempatnya di neraka, akan tetapi jika melihat dari hadist tsb bid’ah hanya berlaku dari yg “di dalam urusan kami” yg artinya menyangkut ad-Dien. Artinya anda tidak boleh menambahi atau mengubah tata cara shalat, tata cara ibadah haji. Sedangkan menggunakan microphone, pesawat itu bukan ibadah tetapi bersifat mubah,

Dakwah Menuntut Pengorbanan



Harga Dakwah Sangat Mahal, dan Selalu Menuntut Pengorbanan
Bismillahirrahmanirrahim.  Harga dakwah itu sangat mahal menurut  firman Allah Yang Maha Benar dan Maha Agung serta menurut Rasulullah Shalllahu alaihi wassalam. Mengemban prinsip dan mengimplementasikan teori ke dalam praktik memerlukan banyak pengorbanan untuk bisa benar-benar menjadikan nyata.
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk jannah, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta diguncangkan  dengan bermacam-macam cobaan, sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang beriman bersamanay, ‘Bilakah datangnya pertolongan Allah’. Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat”. (QS : al-Baqarah : 214)
Harga Dakwah
Dakwah tidak akan mencapai kemenangan jika tidak diiringi pengorbanan. Baik itu dakwah ‘ardiyah’ (dari manusia) atau dakwah  Samawiyah (dari Allah). Darah, tubuh, tulang-belulang, nyawa, syuhada itu semua adalah api yang menyalakan peperangan, ideologi maupun perang pemikiran. Ayat diatas memperingatkan kita pada persoalan penting di kancah peperangan ini yakni tidak ada Jannah bagi orang  yang tidak mau berkorban dan berkontribusi.
Apakah kalian menyangka bahwa kalian akan masuk Jannah padahal kalian belum merasakan seperti yang pernah dirasakan orang-orang sebelum kalian? Kemudian Allah Rabbul Izzati mengisyaratkan persoalan   penting bahwa kamu sekalian tidaklah semulia hamba yang paling dicintai-Nya, kalian tidak lebih baik dari hamba-hamba pilihan-Nya.
“Allah memilih utusan-utusan-Nya dari malaikat dan dari manusia”. (QS : al-Hajj : 75)
Tak ada satupun manusia dibumi ini yang lebih utama daripada Muhammad Shallahu alaihi wassalam. Kendati demikian, sebagaimana firman-Nya, “Mereka ditimpa al-ba’sa’ artinya al-harbu (peperangan). Adh-dhaara’u artinya asy-syiddaa’u wsal faqru (kesempitan dan kemiskinan), dan  liain-lain yang serupa wa zulzilu (dan diguncangkan). Coba perhatikan diri manusia, ketika mereka dalam keadaan terguncang.
Gentar seluruh tubuhnya seakan-akan ia dilanda gempa bumi, sehingga tidak mau menguasai da iri untuk tidak jatuh. Mereka diguncangkan dan guncangan itu membuat makhluk yang paling sabar di muka bumi, yakni Rasulullah Shallahu alaihi wassalam, berdoa dengan penuh ketundukkan kepada Allah Rabbul Alamin, “Mata nashrullahi?” (Bilakah pertolongan Allah datang?).
Orang yang paling sabar, tawadhu’,  Aminullah (kepercayaan Allah) di muka bumi, yang selalu bertemu Aminus Sama’ (Jibril),  pagi dan petang, yang senantiasa dimantapkan masih oleh al-Qur’an sepanjang siang dan malam, masih dapat terguncang sampai berdoa kepada Allah dengan sepenuh hati dalam permohonannya dan mengasingkan dirinya untuk bermunajat kepada-Nya. Beliau berkata, “Bilakah pertolongan Allah itu tiba?”.
“Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan mereka) dan telah menyakini bahwa mereka telah didustakan, datanglah kepada para rasul itu pertolongan Kami”. (QS : Yusuf : 110)
Masalah tersebut menjadikan para rasul hampir putus harapannya. Mereka tidak mempunyai harapan, namun belum sampai pada putus asa, karena :
“Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”. (QS : Yusuf : 87)
Mereka meyakini bahwa mereka telah didustakan. Bumi telah tertutup rapat dihadapan mereka dan dunia terasa sunyi di wajah mereka, bumi tidak menjanjikan sesiapa yang mau mengikuti dakwah mereka, maka mereka tidak lagi memiliki harapan.
“Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan mereka) dan telah menyakini bahwa  mereka telah didustakan, datanglah kepada para   rasul itu pertolongan Kami, lalu yang diselamatkan orang-orang yang Kami kehendaki. Dan tidak dapat ditolak siksa Kami daripada orang-orang yang berdosa. Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat”.  (QS : Yusuf : 110-111).
Pengorbanan Rasulullah
Al-Qur’an itu bukan hiburan dan bukan untuk kesenangan di waktu-waktu senggang, akan tetapi, al-Qur’an adalah manhaj (petunjuk jalan) bagi para nabi yang menempuh jalan dien ini sampai hari kiamat, mengikuti jejak langkah para penghulu rasul, Muhammad Shallahu alaihi wassalam, dan pemimpin semua umat manusia.
“Bukan bermaksud sombong, tapi adalah pemimpin anak cucu Adam”.
Meskipun demikian, keadaan    beliau saat itu seperti yang beliau ceritakan dalam hadits shahih :
“Sungguh aku pernah disakiti karena menyampaikan risalah Allah dan tidak pernah seorangpun pernah disakiti seperti itu. Aku pernah diteror karena menyampaikan risalah Allah dan tak seorang pun diteror seperti itu. Dan pernah pula berlalu pada diriku tiga puluh hari tiga puluh malam, sementara aku dan Bilal tak mempunyai sesuatu yang dapat dimakan, kecuali sedikit makanan yang hanya dapat menutupi ketiak Bilal”.
Ketika datang pembesar Qurays kepada Abu Thalib, memintanya agar mencegah keponakannya menyakiti perasaan mereka, maka Abu Thalib mengirim anaknya, Uqail untuk menemui Rasulullah shallahu alaihi wassalam dan mengingatkan bahwa kaum Qurays mendesaknya agar menghentikan penghinaan terhadap mereka. Beliau menjawab :
“Demi Allah,  aku lebih baik tidak mampu meninggalkan sesuatu yang aku untuknya daripada seseorang diantara mereka mencoba membakar matahari dengan nyala api”.
Dan dalam riwayat yang lain disebutkan – walaupun di dalamnya ada unsur dhaif :
“Demi Allah, wahai Paman. Sekiranya mereka dapat  meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan ditangan kiriku supaya aku meninggalkan perkara ini, maka aku tidak akan meninggalkannya sampai Allah memenangkannya atau aku binasa karenanya”.
Menyampaikan dakwah bukanlah hal mudah atau perjalanan yang penuh kesenangan.
“Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu, keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak berapa jauh, pastilah mereka mengikutimu”. (QS : at-Taubah : 42)
Sesungguhnya jalan dakwah adalah jalan yang panjang dan sukar, penuh onak duri, penuh pengorbanan. Bahkan, mungkin sampai matipun engkau belum mencapai satupun dari hasil pekerjaannmu.
Abdurrahman bin Auf Menangis
Pernah dihidangkan makanan yang lezat di depan Abdurrahman bin Auf, lalu dia menangis dan kemudian berdiri. Dia berkata, “Sungguh, sahabat-sahabat kami telah meninggal dunia, namun mereka belum pernah melihat melihat seperti ini. Dan sungguh, dahulu Mush’ab bin Umair lebih daripada kami, tetapi dia belum pernah melihat makanan yang seperti ini”.
Anas bin Malik berkata, “Rasulullah shallahu alaihi wassalam telah diwafatkan oleh Allah, sedangkan beliau belum pernah menikmati daging kambing bakar”. 
“Tak pernah sekalipun keluarga Muhammad makan roti dari Sya’ir (jenis gandum) sampai kenyang selama dua hari berturut-turut”.
“Aisyah berkata,   “Demi Allah, kami belum pernah makan kurma sampai kenyang, kecuali sesudah penaklukan  Khaibar”.
Apakah kalian mengira bahwa prinsip dan keimanan itu hanya merupakan mainan atau senda gurau atau kesenangan yang disampaikan seorang manusia lewat khutbah yang dihiasai dan dirangkai denn kata-kata yang indah, atau ditulis dalam sebuah buku lalu dicetak dan kemudian disimpan di perpustakaan?
Itu sama sekali bukan jalan para Ashabud Dakwah (penyampai dakwah)!
Sesungguhnya dakwah itu selalu akan memperhitungkan bahwa generasi pertama yang menyampaikan dakwah, mereka itu adalah tumbal bagi tegaknya risalah yang didakwahkan.
Jalan dakwah itu dikelilingi dengan 'makarih' (hal-hal yang tidak disukai), penuh dengan bahaya, dipenjara, dibunuh, diusir, dan dibuang. Barangsiapa ingin memegang prinsip atau menyampaikan dakwah, maka hendaklah itu semua sudah ada dalam perhitungannya.
Barangsiapa menginginkan dakwah itu hanyalah tamasya yang menyenangkan, kata-kata yang baik, pesta yang besar, dan khutbah yang  terang dalam kalimat-kalimatnya, maka hendaklah dia menelaah kembali dokumen kehidupan para rasul dan para da’i yang menjadi pengikut mereka, sejak dien ini datang pertama kalinya sampai hari  ini. Wallahu’alam.  *Abdullah Azzam.

Amal Islami Bukan Aktifitas Sesaat



Amal Islami Bukan Aktivitas Sesaat

Amal islami bukanlah aktivitas yang cukup dikerjakan di saat Anda memiliki waktu luang dan bisa Anda tinggalkan saat sibuk. Tidak !!!

Amal Islami terlalu agung dan mulia serta tidak bisa diperlakukan seperti itu..

Perkara intima' kepada dien ini tentu saja jauh lebih serius daripada yang seperti itu (menyepelekannya).

Islam tidak seperti klub ilmiyah, klub olahraga, atau kepanduan yang cukup dikerjakan saat masih menjadi pelajar/ mahasiswa, lalu bisa ditinggalkan saat telah lulus.

Atau cukup dikerjakan saat masih bujang dan boleh ditinggalkan setelah menikah.

Atau kita curahkan waktu sebelum kita mendapat pekerjaan dan setelah mendapatkannya di tinggalkan.

Atau seperti kita membuka klinik, apotek, biro konsultasi, atau kita disibukkan dengan pelajaran-pelajaran khusus, maka kita boleh meninggalkannya atau meremehkannya.

Sekali-kali tidak !!!!...

Amal Islami bukanlah seperti itu.

Perkara amal islami dan intima' kepadanya sama dengan perkara 'ubudiyah kepada Allah yang sebenarnya. Oleh karena itu, semestinya seorang muslim tidak melepaskan diri dari amal islami kecuali bersamaan dengan keluarnya ia dari kehidupan ini...

Bukankah Allah telah berfirman

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَالْيَقِينُ

Sembahlah Rabbmu sampai datang kematian (ajal), (Qs al-Hijr : 99)


Al-Qur'an tidak mengatakan'Sembahlah Rabbmu sampai kamu keluar dari Universitas atau saat menjadi pegawai atau sampai kamu menikah atau sampai kamu membuka klinik atau sampai kamumembuka biro konsultasi dst."

Para pendahulu kita, as-salafus shalih memahami benar hakekatyang sederhana namun sangat urgen dalam dienullah ini.

Kita dapati 'Ammar bin Yasir, beliau berangkat perang saat usia beliau telah mencapai 90 tahun. Perang! Bukan berdakwah !! mengajar orang-orang, atau beramar makruf nahi munkar. Beliau berangkat perang saat tulang-belulang beliau sudah rapuh, tubuh telah renta,rambut telah memutih, dan kekuatan sudah jauh berkurang.

Adalah Abu Sufyan masih membakar semangat para pasukan untuk berperang saat beliau berumur 70 tahun.

Begitu pun dengan Yaman, Tsabit binWaqasy. Keduanya tetap berangkat ke medan Uhud meski telah lanjut usia dan meski Rasulullah menempatkan mereka bersama kaum wanita, di bagian belakang pasukan.

Mengapa kita mesti pergi jauh?!

Ingat !!.. Bukankah Rasulullah SAW telah melaksanakan 27 pertempuran [Muhammad bin Ishaq berkata, "Jumlah seluruh perang yang dikomandoi langsung di lapangan oleh Rasulullah صلى الله عليه و سلم adalah 27." Lalu beliau menyebutnya satu persatu. al-Bidayah wan Nihayah 5/217].

Semua peperangan itu beliau alami setelah usia beliau lewat 54 tahun. Bahkan perang Tabuk, perang yang paling berat bagi kaum muslimin, diikuti dan dipimpim langsung oleh beliau saat umur beliau telah mencapai 60 tahun.

Bagaimana dengan keadaan kita hari ini?! Kita dapat saksikan banyak sekali ikhwah yang meninggalkan amal Islami setelah lulus kuliah, menikah, sibuk dengan perdagangan, tugas, dlsb.


Kepada mereka, "Sesungguhnya urusan dien dan Islam itu bukan urusan main-main."

..... وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِندَاللهِ عَظِيمٌ

.. Dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar.
(Qs An-Nur. (24) : 15)

Kami katakan kepada mereka...!!

"Mana janji kalian?! Janji yang telah kalian ikrarkan di hadapan Allah (ketika Shalat) dan atau di hadapan orang banyak dulu?!"

.... وَكَانَ عَهْدُ اللهِ مَسْئُولاً

.. Dan adalah perjanjian dengan Allah akan di minta pertanggung jawabnya. (Qs al-Ahzab (33) : 15)


Mana sajak pendek yang selama ini sering kalian perdengarkan?!

فِيْ سَبِيْلِ اللهِ قُمْنَا

نَبْتَغِيْرَفْعِ اللِّوَاءِ

مَالِحِزْبٍ قَدْ عَمِلْنَا

نَحْنُلِلدِّيْنِ فِدَاءُ

فَلْيَعُدْ لِلدِّيْنِ مَجْدُهُ

أَوْتُرَقْ مِنَّا الدِّمَاءُ

Di jalan Allah kami tegak berdiri

Mencitakan panji-panji menjulang tinggi

Bukan untuk golongan tertentu, semua amal kami

Bagi dien ini, kami menjadi pejuang sejati

Sampai kemuliaan dien ini kembali

Atau mengalir tetes-tetes darah kami...


Kami katakan kepada mereka,

"Sesungguhnya akibat dari pengunduran diri adalah keburukan. Apalagi bagi orang yang telah mengerti kebenaran lalu berpaling darinya. Bagi orang yang telah merasakan manisnya kebenaran lalu tenggelam dalam kebatilan.

Sesungguhnya membatalkan janji kepada Allah termasuk dosa yang terbesar di sisi Allah dan di pandangan orang-orang yang beriman."

..... فَمَننَّكَثَ فَإِنَّمَا يَنكُثُ عَلَى نَفْسِهِ...

....Maka barang siapa yang melanggar janjinya niscaya akibat melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri...(Qs Al-Fath(48):10)


Siapapun yang dikuasai oleh nafsu ammarah bissu', ditipu oleh setan, atau mengundurkan diri dari medan amal islami hendaklah merenungkan firman Allah ini,

Allah سبحانه وتعالى berfirman,

وَمِنْهُمْ مَنْ عَاهَدَ اللهَ لَئِنْأَتَانَا مِنْ فَضْلِهِ لَنَصَّدَّقَنَّ وَلَنَكُوْنَنَّ مِنَ الصَّالِحِيْنَفَلَمَّا

فَلَمَّا آتَاهُمْ مِنْ فَضْلِهِ بَخِلُوا بِهِ وَتَوَلَّوْا وَهُمْ مُعْرِضُونَ

Dan diantara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah: 'Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh.

Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran). (Qs 9 : 75-76).

Kemudian hendaknya pula merenungkan firman Allah tentang hukuman yang akan diterima


فَأَعْقَبَهُمْ نِفَاقًا فِيْ قُلُوْبِهِمْإِلَى يَوْمِ يَلْقَوْنَهُ بِمَا أَخْلَفُوا اللهَ مَا وَعَدُوْهُ وَبِمَاكَانُوْا يُكَذِّبُوْنَ

Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai kepada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan juga karena mereka selalu berdusta.
(Qs at-Taubah (9): 77).

Sesungguhnya perkara amal islami adalah perkara yang sangat urgen